TK KHALIFAH: TK Islam Terbaik Favorit di Batam, Jambi dan Padang
Anak yang beradab, tentunya ia punya tanggung jawab, tak perlu dipaksa belajar, anak beradab tentu tahu tanggung jawab.
Anak yang beradab, tentunya ia punya rasa hormat, tak perlu dituntut dengan orangtua harus hormat, anak beradab tentulah hormat.
Anak yang beradab, tentunya ia tahu aturan, tak perlu dengan omelan, anak beradab tentu tahu waktunya pulang.
Anak masih kecil itulah waktu yang tepat untuk anak mengenal adab, tapi ironis banyak orangtua sibuk agar anak kecil prestasi di sekolah mantap.
TK KHALIFAH: TK Islam Terbaik Favorit di Batam, Jambi dan Padang
Senin, 19 September 2016
Rabu, 14 September 2016
TK KHALIFAH: TK Islam Terbaik Favorit di Batam, Padang dan Jambi
TK KHALIFAH: TK Islam Terbaik Favorit di Batam, Padang dan Jambi
Menurut Daniel Goleman penulis buku Emotional Intelligence, perasaan yang dirasakan seseorang saat masa kanak-kanak akan banyak mempengaruhi pembentukan karakternya hingga dewasa.
Perasaan yang muncul pada setiap anak pastilah berasal dari pengalamannya berinteraksi, apakah itu berinteraksi dengan anggota keluarga atau teman-teman sebaya. Perasaan yang nyaman yang dirasakan oleh anak mendorong ia berfikir positif tentang orang-orang disekitarnya dan lingkungannya.
Menumbuhkan rasa percaya diri, aman dan cinta terhadap orang di sekitar dan kepada lingkungannya. Namun dalam pengalaman interaksi, tak selamanya anak memiliki perasaan yang nyaman, mungkin saja jika tidak dirumah, dilingkungan sekolah anak pernah merasakan pengalaman yang membuat ia tidak nyaman seperti kesal dan marah atau perasaan negative lainnya, hal ini tidak dapat kita hindari dalam interaksi.
Sedangkan perasaan negative ini pun akan membangun persepsi negative anak terhadap dirinya sendiri, terhadap orang-orang disekitar dan kepada lingkungannya, misalkan rasa tidak percaya diri, dengki, dendam dsb jika kita tidak segera menetralkan perasaannya.
Lalu bagaimana cara penanggulanggannya ?
Bisa dengan cara berikut yaitu :
1. Mengakui atau menghargai perasaan anak
2. Berbicara dengan anak (ngobrol) untuk menggali perasaan anak atau pengalaman anak saat interaksi dihari itu, maksimal sebelum anak tidur, agar jika ada pengalaman buruk berkaitan dengan perasaannya dapat segera dinetralkan oleh orangtua dan tidak sampai masuk ke alam bawah sadar saat anak tidur.
3. Berdoa kepada Allah agar Allah selalu menjaga perasaan anak sehingga berdampak baik pada karakter anak (bukankah Allah sebaik-baik penjaga )
Bagaimana cara mengakui atau menghargai perasaan anak ???
1. Peka terhadap perasaan mereka, sebut atau namai kemungkinan perasaan mereka, contohnya : “adik sedang marah yah?”
Lalu dengarkan mereka 100% dalam mengungkapkan perasaannya, tatap matanya dengan tatapan datar atau sayang. (berikan perhatian dan pengakuan)
Ketika kita biarkan anak mengungkap emosi dan pikirannya dengan bebas dan saat kita ada untuk memberi dukungan emosional, kita akan melihat mereka dapat menemukan solusi sendiri untuk permasalahan mereka. Kelebihan lainnya dari pendekatan ini adalah anak akan mengembangkan rasa percaya diri untuk berpikir bagi dirinya sendiri dan menghadapi tantangan – tantangan hidup.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mendengar informasi mengenai pengalaman bermain anak:
a. Jika mendengar informasi anak melakukan kesalahan (contoh : menjahili teman) sebaiknya tetap dengarkan anak bercerita kemudian beri gambaran efek dari perbuatannya sehingga ia paham dan menjawab sendiri efek dari perbuatannya.
b. Jika anak jujur menceritakan kesalahannya : apresiasi kejujurannya (focus kepada kejujurannya) dan maafkan kesalahannya namun tetap sampai pada anak paham efek dari perbuatannya. Hindari marah saat anak berusaha jujur mengakui kesalahannya, karena akan berakibat anak kemudian akan jera untuk berkata jujur atau dapat memanipulasi informasi untuk terhindar dari dimarahi.
c. Hindari hal-hal berikut ini :
• Memberi Nasihat, misal: “aku tadi berkelahi dengan Vino disekolah”, respon kita pada umumnya “berkelahi lagi, berkelahi lagi, adik mau jadi preman yang sering berkelahi ?, hanya preman dan penjahat yang menyelesaikan masalah dengan berkelahi”
• Menginterogasi, misal: “mainan aku hilang di sekolah” respon kita pada umumnya “tuuu kan mama bilang juga jangan bawa mainan ke sekolah. kamu yakin bukan kamu sendiri yang menghilangkan? Yakin kamu tidak lupa, coba diingat kembali”
• Menyalahkan dan menuduh, misal: “tadi aku dihukum karena tidak ikut aturan” respon kita pada umumnya “makanya kamu harus ikut aturan”
2. Mengenali dan mengambarkan emosi
Perlu bagi kita sesaat untuk mempelajari makna dari emosi, karena ini penting bagi kita untuk bisa mencerminkan emosi anak dan mengerti dengan pasti apa yang mereka rasakan. Dengan dimengertinya perasaan mereka, maka
mudah bagi mereka untuk terbuka dan bicara tentang masalah mereka. Berikut adalah emosi yang umumnya dialami oleh manusia.
Nama Emosi dan Makna-nya :
a. Marah – Merasakan adanya ketidakadilan
b. Rasa bersalah – Kita merasa tidak adil terhadap orang lain
c. Takut – Kita diharapkan antisipasi karena sesuatu yang tak diinginkan bisa saja terjadi
d. Frustrasi – Melakukan sesuatu berulangkali dan hasilnya tak sesuai harapan artinya kita harus cari cara lain
e. Kecewa – Apa yang diinginkan tidak bisa terwujud
f. Sedih – Kehilangan sesuatu yang dirasa berharga
g. Kesepian – Kebutuhan akan relasi yang bermakna bukan hanya sekedar berteman
h. Rasa tidak mampu – Kebutuhan untuk belajar sesuatu karena ada sesuatu yang tak bisa dilakukan dengan baik
i. Rasa bosan – Kebutuhan untuk bertumbuh dan mendapatkan tantangan baru
j. Stress – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
k. Depresi – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
Berikut ungkapan terkenal dari Dorothy Law Nolte, ANAK BELAJAR DARI KEHIDUPANNYA, untuk renungan kita orang tua :
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar membenci.
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan rasa iri, ia belajar kedengkian.
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai.
Jika anak dibesarkan dengan keadilan, ia belajar rasa aman.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan.
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.
Jika anak dibesarkan dengan keramahan, ia meyakini sungguh indah dunia ini
Hanya kepada Allah kita berserah, tak henti berdoa agar Allah senantiasa melindungi akhlak anak-anak kita.
*Sumber :
- Yayasan Buah Hati
- Daniel Goleman, Emotional Intelligence, 1995
TK KHALIFAH: TK Islam Terbaik Favorit di Batam, Padang dan Jambi
Menurut Daniel Goleman penulis buku Emotional Intelligence, perasaan yang dirasakan seseorang saat masa kanak-kanak akan banyak mempengaruhi pembentukan karakternya hingga dewasa.
Perasaan yang muncul pada setiap anak pastilah berasal dari pengalamannya berinteraksi, apakah itu berinteraksi dengan anggota keluarga atau teman-teman sebaya. Perasaan yang nyaman yang dirasakan oleh anak mendorong ia berfikir positif tentang orang-orang disekitarnya dan lingkungannya.
Menumbuhkan rasa percaya diri, aman dan cinta terhadap orang di sekitar dan kepada lingkungannya. Namun dalam pengalaman interaksi, tak selamanya anak memiliki perasaan yang nyaman, mungkin saja jika tidak dirumah, dilingkungan sekolah anak pernah merasakan pengalaman yang membuat ia tidak nyaman seperti kesal dan marah atau perasaan negative lainnya, hal ini tidak dapat kita hindari dalam interaksi.
Sedangkan perasaan negative ini pun akan membangun persepsi negative anak terhadap dirinya sendiri, terhadap orang-orang disekitar dan kepada lingkungannya, misalkan rasa tidak percaya diri, dengki, dendam dsb jika kita tidak segera menetralkan perasaannya.
Lalu bagaimana cara penanggulanggannya ?
Bisa dengan cara berikut yaitu :
1. Mengakui atau menghargai perasaan anak
2. Berbicara dengan anak (ngobrol) untuk menggali perasaan anak atau pengalaman anak saat interaksi dihari itu, maksimal sebelum anak tidur, agar jika ada pengalaman buruk berkaitan dengan perasaannya dapat segera dinetralkan oleh orangtua dan tidak sampai masuk ke alam bawah sadar saat anak tidur.
3. Berdoa kepada Allah agar Allah selalu menjaga perasaan anak sehingga berdampak baik pada karakter anak (bukankah Allah sebaik-baik penjaga )
Bagaimana cara mengakui atau menghargai perasaan anak ???
1. Peka terhadap perasaan mereka, sebut atau namai kemungkinan perasaan mereka, contohnya : “adik sedang marah yah?”
Lalu dengarkan mereka 100% dalam mengungkapkan perasaannya, tatap matanya dengan tatapan datar atau sayang. (berikan perhatian dan pengakuan)
Ketika kita biarkan anak mengungkap emosi dan pikirannya dengan bebas dan saat kita ada untuk memberi dukungan emosional, kita akan melihat mereka dapat menemukan solusi sendiri untuk permasalahan mereka. Kelebihan lainnya dari pendekatan ini adalah anak akan mengembangkan rasa percaya diri untuk berpikir bagi dirinya sendiri dan menghadapi tantangan – tantangan hidup.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat mendengar informasi mengenai pengalaman bermain anak:
a. Jika mendengar informasi anak melakukan kesalahan (contoh : menjahili teman) sebaiknya tetap dengarkan anak bercerita kemudian beri gambaran efek dari perbuatannya sehingga ia paham dan menjawab sendiri efek dari perbuatannya.
b. Jika anak jujur menceritakan kesalahannya : apresiasi kejujurannya (focus kepada kejujurannya) dan maafkan kesalahannya namun tetap sampai pada anak paham efek dari perbuatannya. Hindari marah saat anak berusaha jujur mengakui kesalahannya, karena akan berakibat anak kemudian akan jera untuk berkata jujur atau dapat memanipulasi informasi untuk terhindar dari dimarahi.
c. Hindari hal-hal berikut ini :
• Memberi Nasihat, misal: “aku tadi berkelahi dengan Vino disekolah”, respon kita pada umumnya “berkelahi lagi, berkelahi lagi, adik mau jadi preman yang sering berkelahi ?, hanya preman dan penjahat yang menyelesaikan masalah dengan berkelahi”
• Menginterogasi, misal: “mainan aku hilang di sekolah” respon kita pada umumnya “tuuu kan mama bilang juga jangan bawa mainan ke sekolah. kamu yakin bukan kamu sendiri yang menghilangkan? Yakin kamu tidak lupa, coba diingat kembali”
• Menyalahkan dan menuduh, misal: “tadi aku dihukum karena tidak ikut aturan” respon kita pada umumnya “makanya kamu harus ikut aturan”
2. Mengenali dan mengambarkan emosi
Perlu bagi kita sesaat untuk mempelajari makna dari emosi, karena ini penting bagi kita untuk bisa mencerminkan emosi anak dan mengerti dengan pasti apa yang mereka rasakan. Dengan dimengertinya perasaan mereka, maka
mudah bagi mereka untuk terbuka dan bicara tentang masalah mereka. Berikut adalah emosi yang umumnya dialami oleh manusia.
Nama Emosi dan Makna-nya :
a. Marah – Merasakan adanya ketidakadilan
b. Rasa bersalah – Kita merasa tidak adil terhadap orang lain
c. Takut – Kita diharapkan antisipasi karena sesuatu yang tak diinginkan bisa saja terjadi
d. Frustrasi – Melakukan sesuatu berulangkali dan hasilnya tak sesuai harapan artinya kita harus cari cara lain
e. Kecewa – Apa yang diinginkan tidak bisa terwujud
f. Sedih – Kehilangan sesuatu yang dirasa berharga
g. Kesepian – Kebutuhan akan relasi yang bermakna bukan hanya sekedar berteman
h. Rasa tidak mampu – Kebutuhan untuk belajar sesuatu karena ada sesuatu yang tak bisa dilakukan dengan baik
i. Rasa bosan – Kebutuhan untuk bertumbuh dan mendapatkan tantangan baru
j. Stress – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
k. Depresi – Sesuatu yang terlalu menyakitkan dan harus segera dihentikan
Berikut ungkapan terkenal dari Dorothy Law Nolte, ANAK BELAJAR DARI KEHIDUPANNYA, untuk renungan kita orang tua :
Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar membenci.
Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah.
Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia belajar menyesali diri.
Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia belajar rendah diri.
Jika anak dibesarkan dengan rasa iri, ia belajar kedengkian.
Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah.
Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri.
Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri.
Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai.
Jika anak dibesarkan dengan penerimaan, ia belajar mencintai.
Jika anak dibesarkan dengan keadilan, ia belajar rasa aman.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri.
Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan.
Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan.
Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.
Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran.
Jika anak dibesarkan dengan keramahan, ia meyakini sungguh indah dunia ini
Hanya kepada Allah kita berserah, tak henti berdoa agar Allah senantiasa melindungi akhlak anak-anak kita.
*Sumber :
- Yayasan Buah Hati
- Daniel Goleman, Emotional Intelligence, 1995
TK KHALIFAH: TK Islam Terbaik Favorit di Batam, Padang dan Jambi
Senin, 12 September 2016
TK di Jambi, TK di Batam, TK di Padang
TK di Jambi, TK di Batam, TK di Padang
Teman anak-anak kita memberi pengaruh besar pada perilaku anak kita, bantu mereka untuk mendapatkan teman dan lingkungan baiknya.
Pengaruh teman anak tidak bisa dihindarkan, orangtua bisa memberi bekal agar anak mampu melakukan penolakan.
Orangtua memposisikan diri sebagai sahabat anak, agar informasi pengalaman anak mudah didapat.
Orangtua menjadi sahabat, anak mudah untuk curhat.
Orangtua tak mungkin memberi pengawasan 24 jam, untuk anak tak berhenti didoakan dan yakin bahwa Allah sebaik-baiknya memberi penjagaan.
Anak masih belum sesuai harapan, padahal upaya sudah dimaksimalkan, jangan pernah berhenti memberi teladan dan jadikan doa sebagai kekuatan.
Teman anak-anak kita memberi pengaruh besar pada perilaku anak kita, bantu mereka untuk mendapatkan teman dan lingkungan baiknya.
Pengaruh teman anak tidak bisa dihindarkan, orangtua bisa memberi bekal agar anak mampu melakukan penolakan.
Orangtua memposisikan diri sebagai sahabat anak, agar informasi pengalaman anak mudah didapat.
Orangtua menjadi sahabat, anak mudah untuk curhat.
Orangtua tak mungkin memberi pengawasan 24 jam, untuk anak tak berhenti didoakan dan yakin bahwa Allah sebaik-baiknya memberi penjagaan.
Anak masih belum sesuai harapan, padahal upaya sudah dimaksimalkan, jangan pernah berhenti memberi teladan dan jadikan doa sebagai kekuatan.
Kamis, 08 September 2016
TK Favorit Di Batam, TK Favorit Di Jambi, TK Favorit Di Padang
TK Favorit Di Batam, TK Favorit Di Jambi, TK Favorit Di Padang
Potensi manusia ada 4 macam : akal, fisik, jiwa dan agama (menurut para ahli). Potensi manusia dapat memberi manfaat, dapat pula memberi bencana. Tergantung bagaimana mengelolanya
Akal, fisik, jiwa dan agama dikelola oleh nafsu. Baik buruknya nafsu dipengaruhi oleh pendidikan, pendidikan keluarga dan lingkungan.
Singkatnya, pendidikan itu ada 4 pelajaran, pelajaran akal, fisik, jiwa dan agama, yang berguna untuk kehidupan nyata. Pendidikan akal, fisik, jiwa dan agama adalah keterkaitan, semuanya tidak boleh dipisahkan. Hilang satu jadi jomplang bahkan menghancurkan.
Bom atom jadi mematikan karena kepandaian akal dan kekuatan fisik tidak diimbangi dengan ketenangan jiwa dan keyakinan agama.
Pendidikan di rumah dan sekolah harus mencakup akal, fisik, jiwa dan agama agar terasa manfaatnya dikehidupan nyata. Ilmuwan dunia Ibnu Sina, Al-Jabbar, Ibnu Rusyd, Ibnu Batutah adalah diantara ilmuwan yang cerdas akal, fisik, jiwa dan agama.
Pastikan pendidikan anak-anak mencakup pendidikan akal, fisik, jiwa dan agama, baik di rumah ataupun di sekolah.
Potensi manusia ada 4 macam : akal, fisik, jiwa dan agama (menurut para ahli). Potensi manusia dapat memberi manfaat, dapat pula memberi bencana. Tergantung bagaimana mengelolanya
Akal, fisik, jiwa dan agama dikelola oleh nafsu. Baik buruknya nafsu dipengaruhi oleh pendidikan, pendidikan keluarga dan lingkungan.
Singkatnya, pendidikan itu ada 4 pelajaran, pelajaran akal, fisik, jiwa dan agama, yang berguna untuk kehidupan nyata. Pendidikan akal, fisik, jiwa dan agama adalah keterkaitan, semuanya tidak boleh dipisahkan. Hilang satu jadi jomplang bahkan menghancurkan.
Bom atom jadi mematikan karena kepandaian akal dan kekuatan fisik tidak diimbangi dengan ketenangan jiwa dan keyakinan agama.
Pendidikan di rumah dan sekolah harus mencakup akal, fisik, jiwa dan agama agar terasa manfaatnya dikehidupan nyata. Ilmuwan dunia Ibnu Sina, Al-Jabbar, Ibnu Rusyd, Ibnu Batutah adalah diantara ilmuwan yang cerdas akal, fisik, jiwa dan agama.
Pastikan pendidikan anak-anak mencakup pendidikan akal, fisik, jiwa dan agama, baik di rumah ataupun di sekolah.
Minggu, 04 September 2016
TK Di Cilegon, TK Di Semarang, TK Di Samarinda
Ciuman dan pelukan orangtua bagi anak memberi rasa senang dan lapang. Anak dengan perasaan senang mudah menangkap informasi
Ciuman dan pelukan orangtua bagi anak memberi rasa aman, nyaman dan dihargai. Anak yang merasa dihargai memiliki jiwa yang mantap dan percaya diri.
Dalam buku ‘The Hug Therapy’ bahwa pelukan dapat meningkatkan kecerdasan otak dan IQ anak serta dapat menurunkan tekanan darah dan mengurangi stres.
Penelitian psikolog E.R. Christopherson, bahwa pelukan lebih efektif daripada pujian atau ucapan sayang karena anak merasa dicintai dan memberikan kedekatan batin orangtua dan anak.
Dari penelitian, pelukan dapat mengurangi stres, memberi semangat & meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Barangsiapa yang tidak mempunyai kasih sayang pada orang lain, dia tidak akan mendapatkan kasih sayang dari Allah Swt.” (H.R. Bukhari)
Sudahkah kita memeluk dan mencium anak hari ini?
Selasa, 23 Agustus 2016
TK Di Batam, TK Di Jambi, TK Di Padang
TK Di Batam, TK Di Jambi, TK Di Padang
RAHASIA KELUARGA KOMPAK
Rumahku adalah syurgaku, mendengar kalimat ini mungkin yang terbersit difikiran orang yang mendengarnya adalah rumah yang menyenangkan, menenangkan dan membahagiakan penghuninya. Apakah karena kemegahan bangunan rumah yang akan membuat senang, tenang dan bahagia penghuninya ? jawabannya belum tentu.
Bangunan rumah yang megah, indah dan tersedia berbagai fasilitas belum tentu membahagiakan penghuninya, sebaliknya dengan bangunan kecil belum tentu penghuninya menderita. Rupanya yang dimaksud adalah keluarga yang menentramkan yang membuat bahagia penghuninya, sehingga penghuni rumah merasa betah berada di rumah, rumahku adalah syurgaku yang membuat bahagia. Salah satu keluarga yang menentramkan adalah keluarga yang kompak.
Bagaimana agar keluarga menjadi kompak ?
Dari buku “Istimewakan Setiap Anak” oleh Irawati Istadi, sebuah buku yang ditulis dari pengalaman-pengalaman hidupnya sebagai seorang ibu dengan 6 orang anak. Rahasia keluarga kompak adalah membiasakan beberapa metode yang bisa menumbuhkan kekuatan rasa kebersamaan.
Apakah itu ?
1. Saling menghargai (menghormati harga diri)
Tauladan orangtua sangat berperan dalam penerapan sikap saling menghargai. Tanamkan bahwa setiap anggota keluarga adalah berharga dan istimewa. Baik itu adik bayi, kakak, ibu, ayah ataupun asisten rumah tangga semua berharga dan istimewa. Orangtua memberi contoh bagaimana cara menghargai karena cara belajar setiap anak adalah “see and do” mereka melihat dan mereka melakukan. Bagaimana caranya ? orangtua memberikan penghargaan kepada setiap pribadi yang ada di rumah yaitu dengan pujian atas perilaku baik mereka. Boleh jadi, harus direkayasa sehingga tak seorangpun orang di rumah yang tidak mendapatkan pujian.
Pujian disampaikan dengan tulus dan tidak berlebih-lebihan, contoh : “Alhamdulillah, hari ini kakak sudah membantu mamah menjaga adik, terima kasih ya kak”
Setiap pujian harus disertakan dengan menyebutkan perilaku baik yang dilakukan. Jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh anak, orangtua bisa tetap memuji kebaikan yang lain yang pernah dilakukan anak, contoh “hari ini kakak sedang capek yah? Itu sebabnya cepat marah. Padahal biasanya kakak sabar sekali dan menjadi contoh buat adik”
2. Menumbuhkan kepercayaan
Perselisihan antara kakak dan adik sering terjadi dikeluarga, misalkan kakak yang usil menggoda adiknya, adik yang merusak atau bahkan menghilangkan barang milik kakaknya, asisten rumah tangga yang lupa menyimpan barang milik kakak dsb. Agar keluarga tetap kompak, orangtua sebaiknya mencari cara agar kakak, adik atau anggota keluarga yang lain dapat saling mempercayai.
Contoh, kakak yang usil menggoda adiknya, orangtua bisa melakukan komunikasi seperti ini “sabar ya dik, sepertinya kakak butuh teman dan ingin bermain dengan adik, betulkan kak?” (orangtua tetap berusaha menumbuhkan kepercayaan adik kepada kakaknya)
3. Tenggang rasa
Ketika si kakak menggoda adiknya hingga menangis, ini adalah kondisi yang wajar, karena kakak membutuhkan sarana untuk menunjukkan superiotasnya, kekuasaannya. Namun, tetap perlu untuk membatasinya agar tidak merugikan adik. Maka saatnya orangtua memberi pengertian dengan baik kepada kakak, mengingatkan perasaannya sendiri jika ia yang diganggu oleh teman-temannya. Sebaliknya saat adik sedang rewel, sampaikan kepada kakak begitulah tabiat anak kecil. Semua mau menang sendiri. Kita harus sabar dan mengalah. Dulu kakak waktu masih bayi pun seperti itu.
Saat mbak dirumah (asisten rumah tangga) sedang istirahat, kakak ingin mbak membantunya mengambilkan sesuatu didapur. Orangtua dapat mengingatkan mbak sedang istirahat, jika kakak bisa melakukan sendiri
lakukanlah sendiri dan mengingatkan bagaimana perasaan kakak jika ia sedang istirahat diganggu oleh mamah/ayah.
4. Memaafkan dan minta maaf
Kakak menghabiskan makanan mereka, namun kakak tidak mau disalahkan. Orangtua bisa memberi pengertian pada adik “adik coba maafkan kakak, kakak mungkin khilaf dan lupa, biasanya kakak juga mau berbagi makanan dan menyisakan untuk adik, betul kan kak? nanti mama/ayah akan beri pengertian kepada kakak”.
Komunikasi seperti ini membuat kakak tidak tersinggung dan disalahkan, adikpun belajar mencoba memaafkan karena adik merasa puas mendapat dukungan dari mama/ayah. Selain itu untuk kakak, orangtua tetap membimbingnya agar mau meminta maaf dan hal ini sebelumnya sudah dicontohkan oleh orangtua untuk mudah meminta maaf kepada anak atas kesalahan sekecil apapun atau juga saat kesalahan itu bukan murni perbuatan mamah/ayah.
5. Murahkan 2T
Biasakan dalam keluarga kata-kata 2T yaitu “tolong” dan “terima kasih”. Untuk hal sekecil apapun, biasakan untuk menyertakan kata 2T. Tentu saja harus tetap dimulai dari orangtua sebagai contoh. Rupanya dua kata sederhana ini bisa memberikan keajaiban yang besar yaitu sebuah penghargaan dan penghormatan.
Contoh, meminta bantuan dengan menyertakan kata tolong, baik itu pada anak ataupun pada asisten rumah tangga. Menyertakan kata terima kasih jika kita diberi bantuan, diberi sesuatu oleh siapapun atau menerima perlakukan baik.
6. Menyelesaikan pertengkaran
Pertengkaran bisa terjadi pada anak, hal ini adalah sesuatu yang wajar karena secara naluri anak butuh mengembangkan sifat superiotasnya,
sehingga ingin menguasai saudaranya. Dalam pertengkaran ini bisa jadi ada yang bersalah, bisa jadi tidak ada yang bersalah karena sama-sama mempertahankan haknya, dan bisa jadi keduanya sama bersalah.
Dalam pertengkaran orangtua bertindak sebagai penengah dan tidak berat sebelah, sebagai fasilitator untuk membantu anak menyelesaikan masalah. Setiap masalah diakhiri dengan memaafkan dan meminta maaf.
Untuk pertengkaran orangtua agar tidak diperlihatkan kepada anggota keluarga yang lain. Saling membuka komunikasi, kejujuran, dicari penyelesaian, memaafkan dan meminta maaf sebaiknya dilakukan.
Sederhana mungkin metode diatas, namun tak mudah pula dalam menerapkannya pada keluarga. Butuh waktu dan proses yang tidak sebentar, yang terpenting adalah 2K konsisten dan kontinyu. Sekali lagi, metode paling yahud adalah contoh yang baik dari orangtua. Kedua orangtua yang kompak, saling menghargai, peduli dan penuh kasih sayang akan menular pada anggota keluarga yang lain.
Sebagai orangtua, keluarga yang kompak untuk mewujudkan “rumahku syurgaku” pastilah sebuah impian, selain 2K konsisten dan kontinyu menjadi teladan yang baik, konsisten dan kontinyu pula berdoa kepada Allah agar dianugerahi keluarga penyejuk hati. Semoga Allah mudahkan
*Sumber :
Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak, 2007
RAHASIA KELUARGA KOMPAK
Rumahku adalah syurgaku, mendengar kalimat ini mungkin yang terbersit difikiran orang yang mendengarnya adalah rumah yang menyenangkan, menenangkan dan membahagiakan penghuninya. Apakah karena kemegahan bangunan rumah yang akan membuat senang, tenang dan bahagia penghuninya ? jawabannya belum tentu.
Bangunan rumah yang megah, indah dan tersedia berbagai fasilitas belum tentu membahagiakan penghuninya, sebaliknya dengan bangunan kecil belum tentu penghuninya menderita. Rupanya yang dimaksud adalah keluarga yang menentramkan yang membuat bahagia penghuninya, sehingga penghuni rumah merasa betah berada di rumah, rumahku adalah syurgaku yang membuat bahagia. Salah satu keluarga yang menentramkan adalah keluarga yang kompak.
Bagaimana agar keluarga menjadi kompak ?
Dari buku “Istimewakan Setiap Anak” oleh Irawati Istadi, sebuah buku yang ditulis dari pengalaman-pengalaman hidupnya sebagai seorang ibu dengan 6 orang anak. Rahasia keluarga kompak adalah membiasakan beberapa metode yang bisa menumbuhkan kekuatan rasa kebersamaan.
Apakah itu ?
1. Saling menghargai (menghormati harga diri)
Tauladan orangtua sangat berperan dalam penerapan sikap saling menghargai. Tanamkan bahwa setiap anggota keluarga adalah berharga dan istimewa. Baik itu adik bayi, kakak, ibu, ayah ataupun asisten rumah tangga semua berharga dan istimewa. Orangtua memberi contoh bagaimana cara menghargai karena cara belajar setiap anak adalah “see and do” mereka melihat dan mereka melakukan. Bagaimana caranya ? orangtua memberikan penghargaan kepada setiap pribadi yang ada di rumah yaitu dengan pujian atas perilaku baik mereka. Boleh jadi, harus direkayasa sehingga tak seorangpun orang di rumah yang tidak mendapatkan pujian.
Pujian disampaikan dengan tulus dan tidak berlebih-lebihan, contoh : “Alhamdulillah, hari ini kakak sudah membantu mamah menjaga adik, terima kasih ya kak”
Setiap pujian harus disertakan dengan menyebutkan perilaku baik yang dilakukan. Jika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh anak, orangtua bisa tetap memuji kebaikan yang lain yang pernah dilakukan anak, contoh “hari ini kakak sedang capek yah? Itu sebabnya cepat marah. Padahal biasanya kakak sabar sekali dan menjadi contoh buat adik”
2. Menumbuhkan kepercayaan
Perselisihan antara kakak dan adik sering terjadi dikeluarga, misalkan kakak yang usil menggoda adiknya, adik yang merusak atau bahkan menghilangkan barang milik kakaknya, asisten rumah tangga yang lupa menyimpan barang milik kakak dsb. Agar keluarga tetap kompak, orangtua sebaiknya mencari cara agar kakak, adik atau anggota keluarga yang lain dapat saling mempercayai.
Contoh, kakak yang usil menggoda adiknya, orangtua bisa melakukan komunikasi seperti ini “sabar ya dik, sepertinya kakak butuh teman dan ingin bermain dengan adik, betulkan kak?” (orangtua tetap berusaha menumbuhkan kepercayaan adik kepada kakaknya)
3. Tenggang rasa
Ketika si kakak menggoda adiknya hingga menangis, ini adalah kondisi yang wajar, karena kakak membutuhkan sarana untuk menunjukkan superiotasnya, kekuasaannya. Namun, tetap perlu untuk membatasinya agar tidak merugikan adik. Maka saatnya orangtua memberi pengertian dengan baik kepada kakak, mengingatkan perasaannya sendiri jika ia yang diganggu oleh teman-temannya. Sebaliknya saat adik sedang rewel, sampaikan kepada kakak begitulah tabiat anak kecil. Semua mau menang sendiri. Kita harus sabar dan mengalah. Dulu kakak waktu masih bayi pun seperti itu.
Saat mbak dirumah (asisten rumah tangga) sedang istirahat, kakak ingin mbak membantunya mengambilkan sesuatu didapur. Orangtua dapat mengingatkan mbak sedang istirahat, jika kakak bisa melakukan sendiri
lakukanlah sendiri dan mengingatkan bagaimana perasaan kakak jika ia sedang istirahat diganggu oleh mamah/ayah.
4. Memaafkan dan minta maaf
Kakak menghabiskan makanan mereka, namun kakak tidak mau disalahkan. Orangtua bisa memberi pengertian pada adik “adik coba maafkan kakak, kakak mungkin khilaf dan lupa, biasanya kakak juga mau berbagi makanan dan menyisakan untuk adik, betul kan kak? nanti mama/ayah akan beri pengertian kepada kakak”.
Komunikasi seperti ini membuat kakak tidak tersinggung dan disalahkan, adikpun belajar mencoba memaafkan karena adik merasa puas mendapat dukungan dari mama/ayah. Selain itu untuk kakak, orangtua tetap membimbingnya agar mau meminta maaf dan hal ini sebelumnya sudah dicontohkan oleh orangtua untuk mudah meminta maaf kepada anak atas kesalahan sekecil apapun atau juga saat kesalahan itu bukan murni perbuatan mamah/ayah.
5. Murahkan 2T
Biasakan dalam keluarga kata-kata 2T yaitu “tolong” dan “terima kasih”. Untuk hal sekecil apapun, biasakan untuk menyertakan kata 2T. Tentu saja harus tetap dimulai dari orangtua sebagai contoh. Rupanya dua kata sederhana ini bisa memberikan keajaiban yang besar yaitu sebuah penghargaan dan penghormatan.
Contoh, meminta bantuan dengan menyertakan kata tolong, baik itu pada anak ataupun pada asisten rumah tangga. Menyertakan kata terima kasih jika kita diberi bantuan, diberi sesuatu oleh siapapun atau menerima perlakukan baik.
6. Menyelesaikan pertengkaran
Pertengkaran bisa terjadi pada anak, hal ini adalah sesuatu yang wajar karena secara naluri anak butuh mengembangkan sifat superiotasnya,
sehingga ingin menguasai saudaranya. Dalam pertengkaran ini bisa jadi ada yang bersalah, bisa jadi tidak ada yang bersalah karena sama-sama mempertahankan haknya, dan bisa jadi keduanya sama bersalah.
Dalam pertengkaran orangtua bertindak sebagai penengah dan tidak berat sebelah, sebagai fasilitator untuk membantu anak menyelesaikan masalah. Setiap masalah diakhiri dengan memaafkan dan meminta maaf.
Untuk pertengkaran orangtua agar tidak diperlihatkan kepada anggota keluarga yang lain. Saling membuka komunikasi, kejujuran, dicari penyelesaian, memaafkan dan meminta maaf sebaiknya dilakukan.
Sederhana mungkin metode diatas, namun tak mudah pula dalam menerapkannya pada keluarga. Butuh waktu dan proses yang tidak sebentar, yang terpenting adalah 2K konsisten dan kontinyu. Sekali lagi, metode paling yahud adalah contoh yang baik dari orangtua. Kedua orangtua yang kompak, saling menghargai, peduli dan penuh kasih sayang akan menular pada anggota keluarga yang lain.
Sebagai orangtua, keluarga yang kompak untuk mewujudkan “rumahku syurgaku” pastilah sebuah impian, selain 2K konsisten dan kontinyu menjadi teladan yang baik, konsisten dan kontinyu pula berdoa kepada Allah agar dianugerahi keluarga penyejuk hati. Semoga Allah mudahkan
*Sumber :
Irawati Istadi, Istimewakan Setiap Anak, 2007
Langganan:
Postingan (Atom)